JCAF Dialogue #16: Sustainable Jurisdiction Progress in 2022 and Opportunities For 2023

Sustainable Jurisdiction Progress in 2022 and Opportunities For 2023

Executive Summary

Indonesia has recorded progress in deforestation reductions and forest fires, with particular success in commodities production, such as palm oil and pulp and paper. Shifting practices at the jurisdictional fronts have contributed to the Government commitments at both national and subnational levels encompassing the enactment of moratorium policies, green growth vision at the subnational level, fiscal policies incentives, and the development of financing agencies.

The emergence of the Jurisdictional Approach, taking the subnational leadership at the core to reconcile both social and economic issues in an integrated way to include multi sectors and stakeholders to ensure transitioning towards deforestation, low carbon development, and inclusive communities are achieved within the subnational coverage to contribute to nation’s target of climate agenda and SDGs within the administrative boundary. Amongst many progressive Jurisdictions, Siak, Kubu Raya, and Sigi are districts that have committed to tackling climate change issues through subnational policies and commitment through the establishment of:

  • Multi-stakeholders governance
  • Roadmap integration and implementations
  • Monitoring and evaluation systems

All through mobilizing investment and financing to-wards committed jurisdictions. The establishment of Sustainable Jurisdictions Indicators initiated by Na-tional Development Planning facilitates stakeholder’s interest in accessing complete information commit-ments and performances of commodity-producing re-gions that are sustainable and inclusive that align with international commitments (SDGs) and existing certi-fication schemes (ISPO and RSPO), which translated into pillars of:

  • Environmental
  • Social
  • Economic
  • Governance

The SJI has accommodated 7 Districts in Indonesia to pioneer within the Sustainable Jurisdictions Indicators. Two of them, Siak and Sigi Districts, will share their progress in the #16 JCAF dialogue.


The Jurisdictional Collective Action Forum (JCAF) is a convening platform for sharing best practices where the 16th dialogue will present three leading Jurisdictions (Districts) in their pursuit of Green Growth and their potential opportunities for stakeholders to collaborate.


Kubu Raya, Siak, and Sigi Districts demonstrated progress in advancing their green growth target through policy enactment and implemented actions throughout 2022. Kepong Bakol Strategy highlights inclusion with multi-stakeholders collaborations, including private and forestry sectors, to ensure low-carbon development target attainment. Amongst many, the Kubu Raya District government has developed a Geoportal platform to feature sustainable investment opportunities, developing the Strategy to accelerate Green Growth Implementation, issuing the regional decree on the Kubu Raya sustainable investment and mobilizing the fiscal incentives based on the green investment in the village level. Siak District, on the other hand, established the Green Siak Coordination Team in 2022, accompanying the issuance of Bupati’s decree on Green Siak in February 2022 that regulates District transformation from a bottom-up approach.

JCAF Dialogue #14: Portfolio Yurisdiksi Komoditas Kakao & Bambu Untuk Ekonomi Tangguh Bencana

EAST INDONESIA INVESTMENT DIALOGUE VOL. 001

PORTFOLIO YURISDIKSI KOMODITAS KAKAO & BAMBU UNTUK EKONOMI TANGGUH BENCANA

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang kemudian diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu diperlukan sebuah skema ekonomi tangguh bencana salah satunya melalui diversifikasi ekonomi. Perekonomian Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sangat terdampak saat Pandemi Covid-19 terjadi. Peluncuran Smesco Hub Timur pada tanggal 1 Oktober 2022 dan berbasis di Bali hadir untuk menjawab dua permasalahan yaitu mendorong diversifikasi ekonomi Bali dan memperkuat Kabupaten di wilayah timur secara khusus dalam penguatan dan pengembangan produk UMKM. Smesco Hub Timur ini akan berperan sebagai sebuah investment hub yang dilengkapi dengan SME’s Investment Dashboard untuk menghubungkan UMKM dan investor.

Kabupaten Sigi yang terletak di Sulawesi Tengah merupakan salah satu kabupaten di wilayah Timur Indonesia yang memiliki potensi pengembangan komoditas kakao dan bambu. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia berasal dari Kabupaten Sigi, Sulawesi, yang juga tercatat sebagai produsen kakao terbesar di Indonesia dengan produktivitas tertinggi yaitu 20% atau 19.224,4 ton dari total produksi kakao di Sulawesi Tengah dengan penggunaan lahan terluas yaitu 27.705 ha. Namun demikian, prestasi biji kakao Sigi masih terkendala dengan kualitas bijinya yang rendah karena kurangnya proses fermentasi.

Menurut perwakilan aliansi cocoa di Indonesia, Cocoa Sustainability Partnership (CSP), sektor kakao Indonesia menghadapi persoalan produktivitas yang rendah. Padahal sektor kakao berpeluang menciptakan peningkatan pendapatan petani kakao hingga 8 triliun rupiah per tahun dengan catatan terjadi peningkatan produktivitas. CSP merupakan salah satu mitra pembangunan yang aktif mendorong pengembangan sektor kakao yang berkelanjutan di Kabupaten Sigi. Selain CSP, mitra pembangunan lain seperti LTKL dan PISAgro juga mendukung pengembangan sektor kakao Kabupaten Sigi.

Pada bulan Mei 2021, Pemerintah Sigi, CSP, LTKL, dan PISAgro telah menandatangani Nota Kesepahaman mengenai pembangunan industri kakao berkelanjutan di Sigi. Komoditas bambu saat ini juga tengah dikembangkan oleh Sigi yang berkolaborasi dengan Yayasan Bambu Lestari melalui pengembangan Desa Wanatani Bambu dan Bronjong Bambu sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya banjir yang beberapa kali melanda Sigi.Melalui dialog Investasi Indonesia Timur ini, Kabupaten Sigi mengundang para mitra pembangunan dan investor untuk mengembangkan potensi komoditas kakao dan bambu. Dengan dukungan para mitra, harapannya dapat menciptakan kakao Sigi yang unggul dan bernilai jual tinggi yaitu organik dan ramah lingkungan.

JCAF Dialogue #13 : Perjalanan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGS) Di Indonesia

PERJALANAN AGENDA TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB/SDGS) DI INDONESIA

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) pada tahun 2030. Kerangka pelaksanaan TPB/SDGs kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 59/2017 dan diintegrasikan ke dalam RPJMN 2020-2024. Bappenas sebagai koordinator pelaksanaan TPB/SDGs memegang mandat untuk menyusun dan menetapkan Peta Jalan TPB/SDGs dan Rencana Aksi Nasional (RAN) TPB/SDGs yang berfungsi sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi TPB/SDGs.
Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk merestrategi visi Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim yang bertumpu pada Tujuan/Gol 13 (Perubahan Iklim), sekaligus menjadi basis utama untuk mendukung tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Pelokalan Agenda TPB/SDGs di tingkat subnasional dilakukan melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang saat ini sudah dilakukan di 31 Provinsi di Indonesia.

Pencapaian target ambisius TPB/SDGs hanya dapat dicapai melalui kemitraan multipihak yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, CSO, akademisi, filantropi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Dengan potensi filantropi yang besar di Indonesia, Perhimpunan Filantropi Indonesia hadir untuk memajukan dan memperkuat ekosistem filantropi di Indonesia untuk mencapai keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan. Kemudian terdapat IBCSD, yang saat ini sedang menginisiasi GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Limbah Pangan di 2030) guna menuju produksi dan konsumsi pangan yang lebih berkelanjutan. Di tingkat subnasional, Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi pilot untuk menerapkan pertumbuhan rendah karbon yang hasilnya akan berkontribusi terhadap pencapaian TPB/SGDs.

JCAF Dialogue #12 Siak Investment Outlook – Subnational Rises through Green Investment, APKASI Executive Dialogue.

APKASI Otonomi Expo 2022 adalah pertemuan nasional tahunan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indo-nesia (APKASI) yang kali ini dilaksanakan pada tang-gal 20 Juli 2022 di Jakarta Convention Center. APKASI Expo berkolaborasi dengan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang didukung oleh Kemitraan, Koali-si Ekonomi Membumi (KEM), Jurisdictional Collective Action Forum (JCAF) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) menyelenggarakan Dialog mengusung topik

“Daerah Bangkit Melalui Kemudahan In- vestasi Hijau Indonesia”

Melalui perwakilan pemerintah, mitra organisasi pem-bangunan, serta industri lokal forum Otonomi Expo ini mengupas isu implementasi dan bagaimana kabupat-en dapat mempromosikan komoditas unggulannya le-wat penguatan UMKM serta mendemonstrasikan peran kabupaten untuk mendorong kesuksesan perhelatan Indonesia sebagai tuan rumah G20.

JCAF Dialogue #11 Multistakeholder Collective Action in Achieving SDGs.

INTRODUCTION

The approach at the sub-national level, or jurisdictional level (JA), is currently one of the critical entry points in the integrated landscape approach in economic and environmental development fostered through the participation of various stakeholders across sectors to achieve national sustainable development targets.

The development of collaboration in several pio-neering jurisdictions in the sub-national inspired the parties to come together and establish a jurisdiction collective action forum (JCAF). The JCAF is a month-ly dialogue series for parties from across sectors to share experiences on evidence-based best practices and identify common practical approaches in advanc-ing jurisdictions.

To date, JCAF has facilitated 10 dialogue series on various topics and was attended by more than 18,000 participants from 24 countries.

JCAF’s 11th dialogue this month was held with Philantrophy Indonesia online as part of the Indonesia Philanthropy Festival 2022 (FIFest2022). The speakers share their experiences discussing the priorities of philanthropic ecosystem development strategies correlated with regional prospects at the district/city jurisdiction level. This dialogue was welcomed by the representatives of the government, academics, and philanthropic activists from organizations and corporations at the national and international levels. It is facilitated by the business innovation community. It is attended by the general public who want to share or are interested in learning more about the jurisdictional approach supported by philanthropy in achieving the SDGs targets.

JCAF Dialogue #10 The Future of Indonesia Green Investment: Toward Sustainable Jurisdiction.

EXECUTIVE SUMMARY

Indonesia is paving the way toward a sustainable future by aiming to meet its SDGs target; including NDCs emissions reduction by 29% with its own effort and 41% with international support by 2030. In doing so, the government hopes to promote Green Economy as a strategy to spur sustainable economic growth, while at the same time protecting the environment through Low Carbon and Climate Resilience policies.

The Green Economy is also expected to achieve Indonesia’s goal to escape the middle-income trap before 2045. The low-carbon and climate resilience policies have been incorporated in the National Medium-Term Development Plan (RPJMN) 2020-2024.

The Low Carbon development covers 5 main strategies i.e., Waste Management & Circular Economy; Green Industry Development; Sustainable Energy Development; Low-Carbon Marine & Coastal Areas; and Sustainable Land Recovery. In the meantime, the Climate Resilience focuses on four key sectors: Marine & Coastal Sector; Water Sector; Agricultural Sector; and Health Sector.

JCAF Dialogue #9 Investing in Jurisdictional Sustainability: Roadmap toward Green Prosperity

RINGKASAN

Hutan Indonesia memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi dan unik. Selain itu, hutan Indonesia merupakan penopang kehidupan bagi masyarakat. Sebagai rumah dari hutan tropis ketiga terbesar dunia, hutan Indonesia berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Maka, tidak berlebihan jika hutan Indonesia disebut sebagai paru-paru dunia. Oleh karena itu, Indonesia merupakan salah satu aktor kunci dalam pelestarian dan perlindungan hutan guna mengatasi perubahan iklim. Sejak diratifikasinya Paris Agreement di tahun 2016, komitmen Indonesia melalui berbagai upaya menurunkan laju deforestasi membuahkan hasil. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa pada tahun 2019-2020, Indonesia men-galami penurunan deforestasi sebesar 75.3%. Pencapaian tersebut tentunya merupakan kolaborasi semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, LSM, hingga korporasi. Pendekatan yurisdiksi atau jurisdictional approach mer-upakan salah satu pendekatan strategis yang diterapkan guna mencapai yuris-diksi yang berkelanjutan.

Dalam Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2022 yang bertajuk “Investing in Jurisdictional Sustainability: Roadmap toward Green Prosperity”, Husni Merza (Wakil Bupati Kabupaten Siak) dan Yulhaidir (Bupati Kabupaten Seruyan) memaparkan komitmen, implementasi hingga tantangan-tantan-gan yang dihadapi daerahnya dalam mewujudkan kabupaten lestari melalui pendekatan yurisdiksi.

JCAF Dialogue #8: The Role of Philanthropy to Advance Jurisdiction Sustainability and Sustainable Development Goals

EXECUTIVE SUMMARY

The Government of Indonesia has taken an essential step toward achieving Sustainable Development Goals (SDGs) by issuing Presidential Regulation No. 59/2017. Such commitment was realized by mainstreaming SDGs indicators into National Medium-term Development Plan 2019-2024. Towards national SDGs targets, the government is accelerating the implementation of SDGs through financial mobilization, collaboration, and localizing the SDGs across jurisdictions level. However, the pandemic became a setback for any government, including Indonesia, in their effort to pursue SDGs. Philanthropy funding can support the SDGs’ achievement by integrating SDGs into their programs, collective actions, partnerships, social and environmental innovations, and many more. Therefore, the philanthropic fund can be utilized as one of the sources for funding SDGs. Further, the government is developing an ecosystem to support the SDGs financing through developing Sustainable Financing System, Green Taxonomy, SDGs Bonds, Green Sukuk, and INFF.

JCAF Dialogue #7: Green Siak – Collective Action Toward Green Indonesia

RINGKASAN

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebagaimana komitmennya dalam Paris Climate Agreement. Selaras dengan hal tersebut, BAPPENAS mengimplementasikan Strategi Ekonomi Hijau melalui kebijakan pembangunan rendah karbon (LCDI) dan berketahanan iklim (SDGs) untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Strategi ini diharapkan dapat mewujudkan Visi Indonesia 2045 sekaligus keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, pemerintah perlu mengarusutamakan strategi ekonomi hijau ke daerah. Kabupaten Siak merupakan kabupaten perintis yang berkomitmen mengusung pembangunan hijau dan rendah karbon melalui inisiatif Siak Hijau. Siak sebagai kabupaten hijau pertama kali dicanangkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup se-dunia Tingkat Nasional tahun 2016. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 merupakan titik balik transformasi Siak sebagai kabupaten asap menjadi kabupaten hijau.

Dalam pidato pembukaannya, BAPPENAS menjabarkan skema pendanaan yang dapat digunakan oleh kabupaten/kota untuk pembangunan rendah karbon dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) antara lain KPBU Hijau, TAPE/TAKE, CSR, SDGs Financing Hub, dan ICCTF. Selanjutnya, Diskusi Panel 1 menekankan pada pentingnya regulasi sebagai landasan hukum untuk pelaksanaan Siak Hijau yaitu penerbitan Perbup Siak 22/2018 dan Perda 4/2022. Selain itu, panelis juga mengemukakan adanya tantangan yaitu tidak fleksibelnya pengelolaan keuangan daerah yang merujuk pada APBN untuk pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan regulasi terkait fleksibilitas pengelolaan keuangan di daerah seperti dana ICCTF.

Panel 2 berfokus pada kolaborasi swasta dalam mendukung Siak Hijau. GAR, Astra Agro Lestari dan RSPO menjabarkan program-program yang telah dilaksanakan di Siak sebagai upaya mendukung komitmen Siak Hijau. GAR telah melaksanakan Program PSR untuk membantu peningkatan produktivitas kebun petani swadaya atau plasma, Program Mata Pencaharian Alternatif dan Pertanian Ekologi Terpadu, CSR dan pelatihan. Astra Agro Lestari melakukan riset dan kolaborasi dengan berbagai pihak mengenai pengelolaan gambut yang berkelanjutan dan membentuk 5 MPA mandiri di Siak guna pencegahan karhutla. RSPO memiliki program RSSF untuk membantu pekebun swadaya mendapatkan sertifikasi RSPO.

Perjalanan Siak Hijau dari 2016 hingga saat ini merupakan usaha gotong royong multi pihak. Tentunya, perjalanan Siak Hijau untuk berkontribusi dalam pembangunan rendah karbon di Indonesia memerlukan dukungan berkelanjutan dari semua pihak terutama dukungan teknis dan pendanaan dari pemerintah pusat. Oleh sebab itu diperlukan tindak lanjut dengan kementerian teknis terkait seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, koordinasi antar lembaga dan penguatan modal sosial.

Dialog JCAF 7 ditutup dengan kesimpulan bahwa gotong royong adalah kunci dalam kolaborasi untuk mendukung komitmen pembangunan berkelanjutan dan partisipasi swasta sangatlah penting dalam segi investasi. Selain itu, Siak Hijau merupakan inisiatif yang patut terus didorong dan menjadi contoh untuk daerah, kabupaten, dan kota lainnya sebagai wujud pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Harapannya, inisiatif Siak Hijau dapat dikembangkan menuju Sumatera Hijau dan Indonesia Hijau.

JCAF Dialogue #6: How Innovative Financing Can Advance Jurisdictional Sustainability

EXECUTIVE SUMMARY

Co-hosted with the Inisiatif Dagang Hijau (IDH), the Sixth Jurisdiction Collective Action Forum was focused on how innovative financing and partnership can advance Jurisdictional Sustainability by leveraging existing sustainable development ecosystems. The first session established the national context that Public Funding and Public-Private financing schemes are available to leverage the transformation of jurisdictional sustainability. The Indonesian government consistently supports and pursues the country’s Low Carbon Development and has embedded it into its national planning and fiscal policies. The policy — coupled with regional and national financing of renewable energy transition, green infrastructure and taxonomy — shows a path toward sustainability and a greener economy. Therefore, leading jurisdictions can tap into such financing opportunities.

The dialogue builds on in-depth discussions on varied experiences among leading jurisdictions in developing collective partnerships and jurisdictional approaches. Some crucial components show great potentials in helping ecosystems and modalities thrive through multi-stakeholder governance and policy-framework development, integrating communities and smallholders into the supply chains, and de-risking investment through financing opportunities.

However, discussions suggested that finding an investible pipeline remained a constraint within the scope of initiative implementation. From investment perspectives, land legality and the lack of technical capacities among smallholders serve as a caveat and can only be resolved through stakeholder collaboration with Government leadership.

Led by Subnational Government, the multi-stakeholder governance in Aceh Tamiyang and Kubu Raya presented Jurisdiction modalities that focus on protection, production, and inclusive approaches. Kubu Raya mainly focuses on mangroves, forest products, and fishery commodities. Other public-private collaboration can be sewn into the government-led PPI Compact to align with the green agenda and blend them with the private sector-public fund for scaling up. Aceh Tamiyang’s experience with PUPL (Pusat Unggulan Kabupaten Lestari) shows how collaboration under the local government leadership presents opportunities for production, inclusion, and alignment protection. With the current Kubu Raya modalities and government administration, investment at the jurisdictional level becomes critical. Developing an Investment Outlook for the district is a way to accelerate Kubu Raya’s transformation toward Jurisdiction Sustainability.

In conclusion, from the national to the regional level, multi-stakeholders are in sync with the needs of innovative financing and their collaboration is vital in achieving the nationwide ambition to meet SDGs targets, as well as implement the Paris Climate Commitment.