Jakarta, 11 Juni 2021 – Pendekatan Yurisdiksi (Jurisdictional Approach) menjadi kunci untuk membuka peluang investasi hijau masuk ke daerah dengan komitmen berkelanjutan. Untuk memahami pengertian dan mengeksplorasi peluang pendekatan yurisdiksi, Landscape Indonesia bersama dengan mitra pendukung pendekatan yurisdiksi mengadakan webinar bertajuk “Investing in Jurisdictional Approach” pada hari Jumat (11/6).
Webinar “Investing in Jurisdictional Approach” dipimpin oleh CEO Landscape Indonesia Agus Sari dan dihadiri para narasumber dari Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani, Sekertaris Yayasan Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) Bernardinus Steni, CEO PT Rimba Makmur Utama (PT RMU) Dharsono Hartono, dan Direktur Regional Asia Tenggara sekaligus juga Chair of the Board of Executive Filantropi Indonesia, Rizal Algamar.
Pendekatan Yurisdiksi (PY) menjanjikan solusi yang lebih efisien terhadap tantangan yang dihadapi baik dari rantai pasok, maupun pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk merealisasikan kebijakan pemerintah serta memperkuat tata kelola di tingkat sub-nasional, meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghasilkan produk ramah lingkungan, mengakselerasi implementasi rehabilitasi dan konservasi ekosistem serta mendorong masuknya investasi berkelanjutan di yurisdiksi yang aktif mengedepankan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan Yurisdiksi menawarkan kerangka kerja mengkonsolidasi upaya silo tradisional menuju rantai pasok untuk mengelola ekosistem secara gotong royong dan berkelanjutan.
“Jurisdictional Approach adalah cara paling efisien untuk membangun dengan menyeimbangkan produksi komoditas dan produksi layanan ekosistem (konservasi). Ini adalah sebuah business case untuk investasi pada skala yurisdiksi.” ujar CEO Landscape Indonesia Agus Sari.
Secara konteks produksi, pendekatan yurisdiksi mendorong pembenahan tata niaga komoditas lewat sistem keterlacakan dan proses sertifikasi keberlanjutan yang lebih sederhana dengan melibatkan komunitas masyarakat seperti petani swadaya dan masyarakat disekitar hutan. Pendekatan yurisdiksi juga membuka kesempatan untuk akselerasi perlindungan hutan melalui restorasi ekosistem dengan membentuk koalisi di yurisdiksi tersebut.
Dalam memperbaiki tata kelola, kepala daerah sebagai pemimpin suatu yurisdiksi dinilai memiliki peran penting dalam memimpin rencana aksi daerah yang berkoordinasi aktif dengan pemerintah pusat serta koalisi multi-pihak yang terbentuk untuk mendukung kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah, sehingga pendekatan yurisdiksi ini dapat menciptakan peningkatan produksi komoditas yang berkesinambungan dan diimbangi dengan perlindungan ekosistem serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
LTKL sebagai asosiasi pemerintah kabupaten sangat mendukung pendekatan pembangunan yang dapat menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat secara paralel. Pendekatan ini akan mendukung berbagai capaian target nasional termasuk SDGs dan pencegahan kebencanaan melalui gotong royong multipihak, baik di dalam kabupaten maupun antara kabupaten.
“Para kabupaten pendiri, pengurus dan anggota LTKL percaya bahwa diperlukan gotong royong lintas pihak yang difasilitasi oleh pemerintah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan seimbang. Peran pihak swasta, mitra pembangunan, masyarakat sipil, akademisi dan kaum muda sangat penting agar daya saing daerah dapat meningkat. Melalui konsep ekonomi lestari dan Kerangka Daya Saing Daerah (KDSD), asosiasi kabupaten ini berupaya menjembatani agar lebih banyak investasi berkualitas dapat mendukung pola pembangunan daerah sesuai target nasional untuk pembangunan berkelanjutan” ungkap Kepala Sekretariat LTKL, Gita Syahrani.
Dalam perjalanannya, Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan beberapa pendekatan. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan pendekatan yurisdiksi di tingkat nasional yang telah sukses menjamin legalitas produk kayu yang diekspor dari Indonesia, dan dapat menjadi model untuk pendekatan yurisdiksi yang efektif. Beberapa standar keberlanjutan komoditas telah menyesuaikan standarnya agar dapat diterapkan di tingkat yurisdiksi.
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Standard merupakan mandat sertifikasi nasional yang memungkinkan produk minyak sawit Indonesia mendapatkan jaminan keberlanjutan. Sedang di tingkat global, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), misalnya, telah menguji coba prinsip dan kriteria yurisdiksi di tingkat Kabupaten, yang diimplementasikan oleh Yayasan Inobu. Dimana proses ujicoba tersebut kemudian dilanjutkan ke tahapan pemantauan keterlacakan di tingkat yurisdiksi, dengan menggunakan sistem terpercaya.
“Inobu percaya bahwa pendekatan multipihak berbasis yurisdiksi penting untuk mencapai pertumbuhan daerah berbasis ekonomi rendah karbon dan lingkungan yang inklusif mencakup kelompok masyarakat tani. Inisiatif Terpercaya yang dipimpin oleh BAPPENAS dan diimplementasikan di tingkat kabupaten oleh Yayasan Inobu mempresentasikan informasi yang akurat terkait kinerja keberlanjutan kabupaten yang menghasilkan kelapa sawit” papar Sekertaris Yayasan Inobu Bernadinus Steni.
Salah satu pendekatan yurisdiksi juga dimanfaatkan untuk mengakselerasi penghitungan karbon. Kalimantan Tengah menjadi provinsi pertama yang menerapkan inovasi karbon dengan memanfaatkan juga pendekatan yurisdiksi. PT RMU telah mengembangkan proyek restorasi dan konservasi lebih dari 90% stok karbon hutan gambut seluas 149.800 hektar di Kalimantan Tengah, Indonesia, sebagai proyek Solusi Berbasis Alam.
“Kerjasama dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah di lokasi proyek adalah kunci pendekatan yurisdiksi. Utamanya meningkatkan kegiatan ekonomi kreatif masyarakat menjadi berkelanjutan, termasuk mengalihkan mata pencaharian penebangan liar atau mendorong petani membuka lahan tanpa bakar” seperti disampaikan CEO PT RMU, Dharsono Hartono.
Sementara pendekatan ini masih bergulir, beragam upaya diperlukan untuk melakukan scaling-up dari inisiatif yang ada saat ini yang memerlukan pelibatan multipihak dari sektor swasta, pembiayaan dan masyarakat sipil untuk bergotong-royong mendukung komitmen pemerintah.
Rizal Algamar, Direktur TFA Asia Tenggara menjelaskan metode pendekatan yurisdiksi para pihak adalah bentuk aksi gotong royong antar perusahaan dan para pemangku kepentingan lainnya, untuk meningkatkan keberlanjutan rantai pasok selain menggunakan metode sertifikasi. Kolaborasi ini sangat menjanjikan untuk mengatasi deforestasi dan meningkatkan praktik berkelanjutan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan lintas sektor.
Pendekatan yurisdiksi ini menciptakan beragam koalisi dan pihak swasta masih konsisten melihat pendekatan yurisdiksi sebagai opsi untuk turut serta memperkuat kebijakan pemerintah daerah serta mengatasi tantangan keberlanjutan rantai pasok dari sisi bisnis. Dalam pembelajarannya, penting untuk selaras dengan kebutuhan serta arah kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta mendapatkan komitmen politik dan kepemimpinan kepala daerah untuk program berlandaskan pendekatan yurisdiksi berjalan secara berkelanjutan.
“Salah satu pelajaran terpenting dari pendekatan yurisdiksi adalah aksi kolektif yang memerlukan komitmen jangka panjang dari berbagai aktor di berbagai lapisan. Koalisi multi-stakeholder perlu memiliki tujuan bersama untuk memperkuat kebijakan dan tata kelola perlindungan dan pemulihan hutan, meningkatkan kapasitas pekebun dan komunitas masyarakat untuk meningkatkan ekonomi yang ramah lingkungan serta mengakselerasi implementasi kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Pada akhirnya seluruh komponen tersebut dapat mendorong investasi yang berkelanjutan” tutup Rizal.